Dwi Maulid Diana

Kamis, 18 November 2010

Sebuah Renungan

Bismillahirrahmanirrahiim..



Aneh memang buat aku untuk menuliskan sesuatu di otak dan yang terpendam di hati,,mungkin karena aku gag ada bakat nulis kali ia,,mpek tulisan tanganpun kaia sandi rumput ala pramuka,,atau benang jahit yang terurai dan ruwet,,*separah itukah saya??
Og malah bahas tulisanku yg abstrak ya,,
ok…lanjuutt gaaannn,,,
bingung c, apa yang mau ditulis,,cuma sedikit renungan saja dari kejadian hari ini yang cukup menggoncangkan jiwa dan menyakitkan hati..*lebailikealways -.-’
Tapi bener ogg,,ketika dalam keadaan mood yang gag baik,,tiba2 ada suatu hal yang sangat berharga buat kita tiba2 terancam hilang,baik karena kesalahan kita ataupun orang lain membuat seakan bumi bergoncang,susah berdiri tegak,susah berpikir jernih,dan indikasi lainnya*og kaia minum obat..
Terlebih lagi bila kehilangan hal berharga tersebut dikarenakan kesalahan kita sendiri,,membuat kita merasa down,menyalahkan diri sendiri,atau bahkan depresi..pernahkah kalian merasakan hal tersebut?
Intinya,,kehilangan sesuatu yang berharga itu sungguh menyakitkan,,
Sebagi contohh,,misal aku senengg bangett sama celana jinsku,,celana jins kesayangan ni ceritanya,,emang gag pentingg c,,tapi buat contoh gampang aja biar temen2 nyambung what i’m talking about,,teruss tiba2 karena kesalahan pas aq nyuci,,alias asal rendemm gitu ajaa*maklum lagi soksibuk*,jadi celananya kelunturan atau bahkan jamuraann*jorok banget ya contohnya:D*,,Waktu aq mau nyuci celana itu,,aq gag kepikiran buat njaga dia baik2,intinya tidak mengistimewakan dan cuek kepada sesuatu yang aku anggep berharga,padaha ngakunya barang kesayangan,,Tapi,,pas udah selesai nyuci,njemur dan liat hasilnya====>celana jamuran dan kelunturan,,aq jadi sedih dan menyesali kenapa gag sejak awal njaga tuu barangg,,padahal harganya mahal lagii..
Dari contoh simpel di atas ada 2 kesimpulan yang dapat aku ambil:
1. Kita jangan terlalu mencintai hal2 yang semu di dunia ini,,kita boleh mencintai sesuatu yang berharga dalam hidup kita,,tapi jangan sampai cinta itu lebih dari wajar,,lebih dari cinta kita kepada dang Pencipta,,walau bagaimanapun,,tetep Allah-lah yang berhak atas seluruh jiwa raga kita,,termasuk cinta kita..Bila kita mencintai sesuatu di dunia ini dalam batas kewajaran,,saat Allah mengambil barang berharga kita,,ataupun orang berharga di hidup kita sekalipun,,kita akan IKHLAS,,hati kita lapang,,senyum kita dapat mengembang,,bahkan bibir kita dapat mengucap “Alhamdulillah”, walaupun hati kita kehilangan,,
Seperti tokoh “Rancho” dalam “Three idiots” yang mengatakan “aal izz well” dan semuanya menjadi lapang di hati kita,,sebagai muslim,,kita dapat mengucap “Alhamdulillah”,atas kehilangan yang kita alami,,percayalah bahwa Allah pasti akan mengganti beribu ribu kali lebih baik dari yang kita ikhlaskan,.,
2. Dengan adanya kesayangan kita terhadap sesuatu,,menjadikan kita berusaha menjaga dengan baik2 sesuatu itu,,contohnya aku,,yang uda pernah kehilangan jins kesayangan misalnya,ketika Allah menggantinya dengan yang lebih baik,,aku bakal berusaha buat menjaganya sebaik mungkinn.walaupun tetep,,kalo ada kasus kehilangan lagi harus tetep IKHLAS..Begitu juga dengan orang2 yang sangaaaattt berharga di hidp kita,,jika pernah kehilangan teman atau sahabat,,segeralah koreksi diri,,apakah yang salah dengan kitaa,,dan kemudian kita bisa mengerti bagaimana cara kita menjaga hati orang yang sangat berhrga di hidup kita,,Jangan pernah memonopoli mereka,sayangi mereka dengan ikhlas,dan cobalah mengerti perasaan dan karakter mereka,,Sungguh tidak enak jika kita kehilangan orang yang berharga di hidup kita,,baik karena diambil oleh sang Pencipta,atau hal lain,,
Notes ini saya persembahkan untuk orang2 dan barang2 yang sangat berharga di hidup aku,,
Yang terpenting yang sangat aku ingin sampaikan adalah,,kalian begitu berharga dalam diri aku,,mohon maav seikhlas-ikhlasnya jika selama hidup dengan aku,,aku belum bisa “menjaga” kalian dengan baik,,baik hati kalian,maupun kondisi kalian,,Karena jujur,,notes ini aku buat karena aku merasa begitu banyak membuat kesalahan kepada kalian,,yang paling berharga di hidup aq,,setelah Allah dan rasul-Nya tentu saja..Mohon maav,,jika sifat dan karakter aku yang ceroboh,ceplas-ceplos dan sedikit keebihan ini membuat kalian tersakiti,,sungguh tidak ada keinginan di hati ini untuk menyakiti kalian,,Sungguh aku sadar,,sangaat jauh dari kata sempurna,,dan nasehat kalian sangat berarti buat akuu..
Aku saiaangg kaliann semuaaa karena Allah SWT,,
semoga kalian tetap mau menjadi bagian yang berharga di hidup akuu,,
Didedikasikan kepada:
keluargaku,teman dekat,sahabat2 dalam hidupku yang ga bisa disebut satu2,barang2 kesayanganku,,

IMPLEMENTASI DISTRIBUSI PENDAPATAN di INDONESIA



BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Penulisan
                        Salah satu tujuan dari pembangunan ekonomi di Indonesia adalah distribusi perekonomian yang lebih merata. Dengan adanya distribusi pendapatan yang merata, maka masyarakat Indonesia seluruhnya dapat hidup secara tentram dan makmur, karena tidak terjadi ketimpangan-ketimpangan sosial di masyarakat.
                        Isu yang akhir-akhir marak di masyarakat adalah demonstrasi masyarakat di daerah-daerah terpelosok seperti Papua dan daerah-daerah tertinggal lainnya yang menuntut kebijakan pemerintah untuk lebih memerhatikan nasib mereka. Hal ini disebabkan karena tidak meratanya distribusi pendapatan di daerah terpelosok tersebut dengan daerah-daerah maju di Jawa dan Sumatra.
                 Mengetahui hal tersebut, Dosen mata kuliah Pengantar Keuangan Publik penulis memberikan tugas paper agar penulis dapat memahami kondisi dan praktik distribusi pendapatan di Indonesia. Dan berdasar kerangka di atas, penulis mengangkat judul “IMPLEMENTASI DISTRIBUSI PENDAPATAN DI INDONESIA”

B.   Tujuan Penulisan
            Berdasarkan judul yang penulis pilih tersebut,  tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan paper ini adalah:
1.      Mengetahui tentang konsep distribusi pendapatan dan kemiskinan
2.      Mengetahui teori – teori redistribusi pendapatan.
3.      Mengetahui praktik-praktik redistribusi di Indonesia
4.      Mengetahui tingkat distribusi pendapatan lewat tingkat kemiskinan dan koefisien Gini

C. Ruang Lingkup Pembahasan
            Pembahasan yang terlalu luas dan tidak fokus dapat mengaburkan tujuan penulisan suatu karya tulis . Untuk itu penulisan paper ini difokuskan pada pembahasan implementasi distribusi pendapatan di Indonesia.
            Hal  yang akan dibahas disini adalah mengenai usaha-usaha serta kebijakan pemerintah dalam redistribusi pendapatan untuk pemerataan pendapatan nasional serta dampak dari kebijakan tersebut pada tingkat kemiskinan serta tingkat distribusi pendapatan di Indonesia.

D. Sistematika Penulisan
BAB I             PENDAHULUAN
Pada bab ini diuraikan tentang gambaran secara umum mengenai rencana penyusunan paper yang meliputi latar belakang pemilihan judul, tujuan penulisan, ruang lingkup masalah dan sistematika penulisan paper.
BAB II            TEORI DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini diuraikan mengenai teori-teori yang relevan yang berkaitan dengan distribusi dan retribusi pendapatan yang kemudian akan dilanjutkan dengan penjabaran mengenai praktik-praktik distribusi pendapatan di Indonesia.
BAB III          SIMPULAN DAN SARAN
            Pada bab ini penulis menarik kesimpulan dari pembahasan yang telah dilakukan pada bab II. Selanjutnya penulis akan mencoba memberikan saran-saran yang mungkin dapat dijadikan bahan masukan bagi pelaksanaan redistribusi pendapatan

.


BAB II
TEORI dan PEMBAHASAN

A.    Konsep Mengenai Distribusi Pendapatan
Distribusi pendapatan merupakan kriteria yang mengindikasikan mengenai penyebaran atau pembagian pendapatan atau kekayaan antar penduduk satu dengan penduduk lainnya dalam wilayah tertentu.
Distribusi pendapatan merupakan salah satu isu yang sentral dalam pembahasan tentang peran negara dalam perekonomian. Hal ini disebabkan karena distribusi pendapatan seringkalu dihubungkan dengan keadilan. Ketimpangan pendapatan yang disebabkan oleh tidak meratanya distribusi pendapatan menyebabkan sekelompok orang terjerat dalam kemiskinan.
Untuk menentukan pemerataan distribusi pendapatan, Bank Dunia membagi penduduk dalam tiga kelompok, yaitu:
1. 40% berpendapatan rendah
2. 40% berpendapatan menengah
3. 20% berpendapatan tinggi.
Apabila kelompok penduduk yang berpendapatan rendah menguasai:
- <12% PNB berarti terdapat kesenjangan tinggi
- 12% - 17% PNB berarti terdapat kesenjangan sedang
- >17% PDB berarti terdapat kesenjangan rendah
Pendapatan dianggap didistribusikan sempurna apabila setiap individu mendapat bagian yang sama dari output perekonomian. Distribusi pendapatan dianggap kurang adil jika sebagian besar output nasional dikuasai sebagian kecil penduduk.
B.     Konsep Mengenai Kemiskinan
Kemiskinan adalah kondisi dimana seseorang atau keluarga tidak mampu memenuhi kebutuhan primer. Akan tetapi definisi ini dapat diperdebatkan sebab ukuran kemiskinan antarnegara berbeda. Konsep yang dapat digunakan untuk menganalisa tingkat kemiskinan adalah mengukur kemiskinan absolute. Alat ukurnya adalah garis kemiskinan. Di Indonesia pengukuran menggunakan harga dari bahan – bahan kebutuhan pokok dimana akan diperoleh anggaran minimum yang akan menunjukkan batas penghasilan minimum absolute. Angka ini dapat digunakan untuk menentukan upah minimum regional.

C.    Konsep Mengenai Redistribusi Pendapatan
Redistribusi pendapatan adalah pendistribusian kembali pendapatan masyarakat kelompok kaya kepada masyarakat kelompok miskin, baik berasal dari pajak maupun pungutan-pungutan lain.
Redistribusi pendapatan dilakukan sebagai salah satu bentuk jaminan sosial yang dilakukan negara kepada masyarakat. Jaminan sosial bukanlah pengeluaran publik yang sia-sia.Melainkan sebuah bentuk investasi sosial yang menguntungkan dalam jangka panjang yang dilandasi oleh dua pilar utama, yakni redistribusi pendapatan dan solidaritas sosial (Spicker, 1995:58-60).
Redistribusi pendapatan dapat berbentuk vertikal dan horisontal.
1. Redistribusi vertikal menunjuk pada transfer uang dari orang kaya ke orang miskin. Di sini,   jaminan sosial merupakan bentuk dukungan warga masyarakat yang kuat kepada warga masyarakat yang lemah secara ekonomi.
2. Redistribusi horisontal adalah transfer uang “antar-kelompok”, yaitu dari kelompok satu ke kelompok lain. Misalnya, dari laki-laki ke perempuan, dari orang dewasa kepada anak-anak, dari remaja ke orang tua. Redistribusi horisontal dapat pula bersifat “antar-pribadi”, yakni dari satu siklus kehidupan seseorang ke siklus lainnya (from one part of an individual’s life-cycle to another) yang oleh Spicker (1995:60) disebut sebagai “income smoothing”. Dalam konteks ini, Spicker menjelaskan bahwa jaminan sosial pada hakekatnya adalah dukungan finansial yang diberikan kepada anak-anak yang kelak membayar manakala dewasa; yang diberikan kepada orang sakit yang membayar manakala sehat; atau yang diberikan kepada para pensiunan yang telah membayar pada saat mereka masih bekerja.

Selain itu, ada beberapa  teknik redistribusi pendapatan, sebagai berikut:
1.    Transfer tunai
Transfer tunai dibagi dalam beberapa pendekatan.
a.    Pajak pendapatan negatif (Negative Income Tax) atau Pendapatan tahunan yang dijamin (Guaranted Annual Income)
Transfer tunai ini diberikan kepada keluarga-keluarga yang berhak dengan jumlah transfer tergantung pada besarnya pendapatan dan besarnya keluarga. Semakin miskin suatu keluarga, semakin banyak bantuan keuangan yang akan diterimanya dari pemerintah.
b.    Demogrant
Adalah suatu bentuk transfer tunai dimana semua anggota dari sekelompok demografi memerima transfer yang sama. Disini jumlah transfer tidak akan menurun dengan bertambahnya tingkat pertambahan. (Suparmoko,1987)
c.    Wage Rate Subsidies (WRS)
WRS adalah transfer pemerintah dengan jalan menaikkan tingkat upah netto tenaga kerja. Semakin tinggi tingkat upah pasar. Subsidi WRS ini akan semakin rendah, namun tenaga kerja yang memperoleh upah tinggi juga tetap memperoleh WRS ini.
2.    Transfer Uang dan Barang
Dalam realisasinya, transfer uang tunai, dapat juga diberikan sebagian dalam bentuk barang, hal ini dimaksudkan untuk meminimalisir penyimpangan, karena nyatanya bantuan yang diberikan oleh pemerintah biasanya tidak langsung dapat diterima oleh masyarakat karena ketidaktepatan sasaran . Oleh karena itu, pemerintah harus lebih selektif dalam menyalurkan bantuan. Sehingga sasarn dari bantuan pemerintah tersebut benar-benar golongan miskin.
Hal ini dapat dilakukan dengan cara :
a.  Pajak pendapatan progresif langsung, artinya adalah  bahwa golongan yang lebih kaya dituntut untuk membayar persentase pajak yang lebih besar dari total pendapatannya, dibandingkan golongan miskin sehingga golongan miskin akan lebih ringan bebannya.
b.Pemberian atau penyediaan langsung barang-barang konsumsi perorangan dan jasa bagi golongan ekonomi lemah.
   Misalnya penyediaan pusat-pusat kesehatan masyarakat di desa dan wilayah pinggiran kota, program peningkatan gizi balita, penyediaan air bersih dan listrik masuk desa. Bantuan seperti ini sangat efektif dan membantu.
3.      Program kesempatan kerja (Public Employment Program)
Adalah program kesejahteraan pemerintah dalam bentuk program kesempatan kerja di sektor publik yang dikombinasikan dengan “cash atau in-kind transfer” program.

D.    Praktik – Praktik Redistribusi Untuk Pemerataan Distribusi Pendapatan di Indonesia
Inti dari strategi  pemerintah Indonesia untuk dapat memeratakan pembangunan saat ini dapat digolongkan pada beberapa hal yaitu: Pemerintah dapat merealisasikannya dengan program-program seperti
1.      Kredit lunak dan penjaminan kredit berbasis komunitas.
2.      Pemerintah menjalankan berbagai program pembangunan padat karya dan pengembangan usaha atau industri-industri kecil.
3.      Pemerintah memberikan jaminan akses kebutuhan dasar bagi rakyat bawah. d) Pemerintah bekerja sama dengan swasta lokal dan asing untuk menjalankan program corporate social responsibility (CSR).
4.      Pemerintah konsisten dan mewujudkan kebijakan penegakan hukum dan keadilan Ekonomi. Program-program tersebut akan dijelaskan seperti di bawah ini
Program-program pemerintah tersebut, dapat diaplikasikan pada program-program berikut ini.
1.    Program Pemberian Jaminan Akses Kebutuhan Dasar bagi Rakyat Bawah
Langkah awal dalam upaya pemerataan pendapatan di masyarakat adalah dengan memenuhi kebutuhan rakyat terlebih dahulu, kebutuhan tersebut adalah mencakup kebutuhan dasar (sandang, pangan, papan), akses kesehatan dan pendidikan
          Strategi pemenuhan kebutuhan dasar rakyat yang dilakukan pemerintah diantaranya adalah, Bantuan langsung Tunai (BLT) untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari rakyat, Bantuan Tunai Bersyarat (BTB) atau disebut juga Program Keluarga Harapan (PKH), Jaminan sosial (social security), Bantuan Oprasional Sekolah (BOS) dan Beasiswa untuk memenuhi akses pendidikan bagi mereka yang kurang mampu, Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) untuk memenuhi kebutuhan akses kesehatan secara gratis.
a.Upaya Pemenuhan Kebutuhan Masyarakat
Praktik ini merupakan praktik dari teknik redistribusi “transfer barang dan uang”.
-       Pangan (barang)
       Pemerintah dapat meningkatkan jumlah produksi bahan pangan, dibarengi dengan perbaikan infrastruktur pertanian, pengembangan benih-benih unggul, pengembangan teknologi pertanian, dan pemberian insentif bagi petani misalnya melalui pemberian pupuk urea bersubsidi. Oleh karena itu, harus ada kebijakan  pemerintah untuk menekan biaya produksi dan pemasaran produk pertanian, termasuk pengaturan tata niaga, agar daya saing komoditas pertanian semakin kuat.
       Selain itu pemerintah dapat memberikan Subsidi pangan dalam bentuk barang diberikan pemerintah dalam bentuk penyediaan bahan pangan dengan harga yang terjangkau oleh masyarakat miskin, misalnya melalui penyediaan beras murah untuk masyarakat miskin (Raskin) dan operasi pasar murah minyak goreng.
-    Uang
       Sedangkan subsidi dalam bentuk uang dapat diberikan kepada konsumen sebagai tambahan penghasilan, misalnya melalui pemberian Bantuan Langsung Tunai (BLT) ataupun kepada produsen untuk dapat menurunkan harga barang. .
Memang masyarakat cukup terbantu dengan adanya BLT ini, karena seiring terjadinya inflasi, jumlah kas yang diterima penduduk tersebut dapat digunakan untuk menutupi kebutuhan sehari-hari yang harganya kian naik.
Tetapi, seperti yang dijelaskan penulis di atas, transfer tunai seperti ini kerap dengan penyimpangan dan ketidaktepatan sasaran.
       Program Bantuan langsung tunai (BLT) ternyata kurang efektif sebagai upaya pemerataan pendapatan dan meredam kemiskinan seluruhnya. Seperti kita lihat dari angka-angka press-release Badan Pusat Statistik (2007), di mana tingkat kemiskinan akan menjadi 23.1 persen tanpa program BLT, sementara realitanya adalah 17,75 persen, maka secara kasar, efektivitas program BLT hanyalah 67 persen. Subjektif, memang jika kita harus menilai apakah tingkat efektivitas ini baik atau buruk. Tapi yang pasti, jika tujuannya efektif meredam semua dampak kemiskinan, program BLT belum sepenuhnya berhasil.
Ada banyak alasan yang bisa menjadi penyebab tidak efektifnya program BLT, salah satunya, adalah jumlah nominal BLT yang terlalu seragam, khusus untuk daerah perkotaan, biaya listrik, angkutan dan minyak tanah (barang-barang yang paling terkena dampak naiknya harga BBM) mempunyai pengaruh yang cukup besar, sementara untuk daerah perdesaan pengaruhnya relatif kecil (kurang dari 2 persen). Orang miskin perkotaan lebih rentan daripada di pedesaan. Semestinya, nominal BLT-nya tidak disamakan dengan di pedesaan, kemudian Yusuf (2006) menyimpulkan bahwa ”orang miskin di perkotaan under compensated sementara dibeberapa kabupaten di pedesaan over compensated oleh BLT”.
Program BLT pada tahun 2009 hanya di berikan hanya bulan semester pertama saja, dan diberikan kepada 18,5 juta rumah tangga msikin. Sebenarnya pemerintah ingin tetap melanjutkan program itu tapi hal itu tidak disetujui oleh DPR. Tapi kita juga harus Ingat bahwa BLT merupakan program yang sifatnya adhoc, kondisional, dan temporer, maka dari itu pemerintah berniat mengggantinya dengan kebijakan-kebijakan yang lebih struktural seperti program padat karya atau pengembangan kecamatan atau program nasional pemberdayaan masyarakat (PNPM) mandiri.
     Tapi BLT juga harus tetap di berikan, BLT ini cocok diberikan kepada orang-orang yang secara fisik tidak lagi kuat bekerja, seperti manula atau mereka yang mengalami cacat fisik sehingga tidak mampu mengikuti program padatkarya.

b.Upaya Pemenuhan Akses Kesehatan
Berkaitan dengan  pemenuhan akses kesehatan masyarakat pemerintah menerapkan program Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) yang merupakan program bantuan sosial untuk pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin dan tidak mampu.
Sasaran jamkesmas meningkat dari tahun ke tahun. Yaitu, 36,1 juta orang (2005), lalu menjadi 60 juta orang (2006) , dan 74,6 juta orang (2007), untuk tahun 2008 dan 2009 sama dengan tahun 2007 yaitu 74,6 juta orang (hakim, 2009:2). Kegiatannya meliputi peningkatan akses masyarakat miskin terhadap kesehatan melalui program Jaminan Pengamanan Sosial Bidang Kesehatan (JPSBK) dalam bentuk asuransi kesehatan bagi masyarakat miskin bagi 76,4 juta penduduk miskin dan (2) Peningkatan Akses Terhadap Pelayanan Keluarga Berencana.
c.Upaya Pemenuhan Akses Pendidikan
Pemerintah terus mengupayakan perluasan dan pemertaan kesempatan bagi semua masyarakat untuk memperoleh pendidikan, dan meningkatkan kemampuan akademik serta pendidikan yang bermutu tinggi. Salah satu sara yang dapat ditempuh adalah dengan memberdayakan sekolah-sekolah baik swasta maupun negeri dengan memberikan bantuan sarana dan prasarana penunjang kegiatan belajar disemua jenjang pendidikan dari prasekolah sampai perguruan tinggi. Dengan memberikan subsidi kepada sekolah, sehingga bisa lebih mudah dijangkau oleh masyarakat, khususnya golongan miskin. Hal ini dilakukan dengan pemberikan dana BOS (Bantuan Operasional Sekolah) dan pemberian beasiswa untuk penduduk miskin.

2.Program Kredit Lunak dan Penjaminan kredit Berbasis Komunitas
Sejak tanggal 5 Nopember 2007 yang lalu Presiden SBY meresmikan pelaksanaan program Kredit Usaha Rakyat (KUR). Kebijakan ini tentunya merupakan angin segar yang sudah lama ditunggu oleh masyarakat, khususnya usaha mikro dan usaha kecil.
Dengan kebijakan KUR, UMKM akan terhindar dari kendala aturan-aturan perbankan yang menyulitkan mereka untuk mendapatkan pinjaman modal dari lembaga keuangan formal (LKF), karena dalam program KUR pemerintah telah menitipkan uang (yang berasal dari APBN) sebesar Rp. 1,4 triliun pada lembaga lembaga penjaminan, dengan harapan bank-bank nasional yang dilibatkan dalam program tersebut akan mampu memberikan pinjaman kepada UMKM.
Menurut Wayan Suarja (dalam Sitomurang, 2007:2) Program KUR khusus ditujukan untuk memperkuat permodalan kelompok UMKM.
Kebijakan ini diharapkan dapat membantu masyarakat golongan menengah ke bawah sehingga dapat menjadi wirausaha yang mandiri dan membantu mengurangi presentase penduduk miskin di Indonesia.

3. Program Padat Karya dan Pengembangan Usaha atau Industri Kecil
Menurut Dinas Koperasi dan UKM propinsi Jawa Barat (2006) Ada beberapa alasan mengapa usaha kecil perlu dikembangkan.
Pertama, Usaha Kecil menyerap banyak tenaga kerja. Dengan adanya perkembangan usaha kecil menengah akan menimbulkan dampak positif terhadap peningkatan jumlah tenaga kerja dan pengurangan jumlah kemiskinan.
Kedua, Pemerataan dalam distribusi pembangunan. Lokasi UKM banyak di pedesaan dan menggunakan sumber daya alam lokal. Dengan berkembangnya UKM maka terjadi pemerataan dalam distribusi pendapatan dan juga pemerataan pembangunan, sehingga akan mengurangi diskriminasi spasial antara kota dan desa.
Ketiga, Pemerataan dalam distribusi pendapatan. UKM sangat kompetitif dengan pola pasar hampir sempurna, tidak ada monopoli dan mudah dimasuki (barrier to entry). Pengembangan UKM yang melibatkan banyak tenaga kerja pada akhirnya akan mempertinggi daya beli. Hal ini terjadi karena pengangguran berkurang dan adanya pemerataan pendapatan yang pada gilirannya akan mengentaskan kemiskinan.
Mengetahui pentingnya UMKM, maka upaya pemerintah dalam melaksanakan pemberdayaan UMKM, melalui penerapkan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan (PNPM Mandiri Perdesaan) merupakan salah satu mekanisme program pemberdayaan masyarakat yang digunakan PNPM Mandiri dalam upaya mempercepat pemerataan pendapatan, penanggulangan kemiskinan, dan perluasan kesempatan kerja di wilayah perdesaan. Program ini dilakukan untuk lebih mendorong upaya peningkatan kualitas hidup, kesejahteraan dan kemandirian masyarakat di perdesaan.
Sejak 1998-2007, program pemberdayaan masyarakat terbesar ini telah menjangkau lebih dari separuh desa termiskin di tanah air. Pada 2008, PNPM Mandiri Perdesaan dilaksanakan di 35.530 desa miskin di Indonesia atau 56,6% dari total desa di tanah air. Dan pada tahun 2009 sekitar 5.720 kecamatan dan mencdapat PNPM mandiri rata-rata besaran 3 milyaran/kecamatan (Wikipedia, 2007).
4.Pemerintah Bekerja Sama dengan Swasta Lokal dan Asing untuk Menjalankan Program Corporate Social Responsibility (CSR)
Dengan adanya program pemerintah yang bekerja sama dengan swasta lokal dan asing untuk menjalankan program Corporate social responsibility (CSR) di harapkan golongan masyarakat bawah, buruh, dan usaha-usaha bisa mendapatkan kesempatan untuk ikut dalam kegiatan ekonomi yang produktif secara keseluruhan, bukan segelintir pengusaha yang mendapat perlakuan khusus (corner of previlage). Kemudian Rachbini (2004:79) menyimpulkan bahwa ” pelaksanaan prinsip tanggungjawab sosial ....menjadi tumpuan dan jaminan bahwa segenap lapisan masyarakat secara keseluruhan bisa menikmati hasil-hasil pembangunan ekonomi yang tengah dilakukan”.
Untuk itu pemerintah harus mampu bekerja sama dengan swasta lokal dan asing untuk menjalankan program Corporate social responsibility (CSR), bahkan kalau perlu mewajibkan persentase laba bersih untuk kegiatan CSR melalui pola bapak angkat dalam kegiatan ekonomi. CSR selanjutnya dapat dijadikan sebagai salah satu indikator tanggungjawab sosial untuk membantu mengembangkan dunia usaha kecil menengan UMKM dan korporasi. Program ini dijadijakan CSR sebagai tanggungjawab yang melekat pada setiap perusahaan untuk tetap menciptakan hubungan yang serasi, seimbang, dan sesuai dengan lingkungan, nilai, norma, dan budaya masyarakat setempat.
Dengan adanya CSR ini, maka pendapatan yang didapatkan oleh pihak swasta dan asing akan dapat didistribusikan kembali ke masyarakat, sehingga akan mengurangi ketimpangan pendapatan.

5.Pemerintah Konsisten dan Mewujudkan Kebijakan Penegakan Hukum Dan Keadilan Ekonomi
Dalam hubungan ini maka peran pemerintah sangatlah besar, sebagai pembuat strategi dankebijakan-kebijakan dalam menciptakan pembagian pendapatan di golongan masyarakat yang lebih merata, dan berperan secara aktif dalam pelaksanaan program pemerataan pendapatan di masyarakat, serta secara konsisten dan mewujudkan penegakan hukum, sehingga dunia usaha nasional dan asing dapat melakukan usaha secara berkesinambungan untuk menciptakan lapangan kerja secara luas dan terciptanya pemerataan pendapatan.
            Hukum dan keadilan ekonomi yang tidak mendiskriminasikan golongan miskin merupakan modal awal, sehingga kebijakan kebijakan redistribusi yang diambil pemerintah menjadi efektif untuk mengurangi atau bahkan menghilangkan ketimpangan pendapatan yang ada di Indonesia.

E.     Dampak Praktik-Praktik Redistribusi Pendapatan  pada Tingkat Kemiskinan dan Tingkat Distribusi Pendapatan di Indonesia
1.      Analisis mengenai penduduk Miskin
Provinsi
Jumlah Penduduk Miskin (000)
Tahun 2008
% Penduduk Miskin
Tahun 2008
Garis Kemiskinan (Rp)
Tahun 2009
% Penduduk Miskin
Tahun 2009
Kota
Desa
K+D
Kota
Desa
K+D
Kota
Desa
K+D
Kota
Desa
K+D
Naggroe Aceh Darussalam
195.8
763.9
959.7
16.67
26.30
23.53
182.2
710.7
892.9
15.44
24.37
21.80
Sumatera Utara
  761.7
  852.1
1 613.8
12.85
12.29
12.55
688.0
811.6
1 499.7
11.45
11.56
11.51
Sumatera Barat
127.3
  349.9
  477.2
8.30
11.91
10.67
115.8
313.5
429.3
7.50
10.60
9.54
Riau
245.1
321.6
  566.7
9.12
12.16
10.63
225.6
301.9
527.5
8.04
10.93
9.48
Jambi
  120.1
140.2
  260.3
13.28
7.43
9.32
117.3
132.4
249.7
12.71
6.88
8.77
Sumatera Selatan
  514.7
  734.9
1 249.6
18.87
17.01
17.73
470.0
697.8
1 167.9
16.93
15.87
16.28
Bengkulu
131.8
220.2
352.0
21.95
19.93
20.64
117.6
206.5
324.1
19.16
18.28
18.59
Lampung
  365.6
1 226.0
1 591.6
17.85
22.14
20.98
349.3
1 209.0
1 558.3
16.78
21.49
20.22
Bangka Belitung
  36.5
  50.2
  86.7
7.57
9.52
8.58
28.8
47.8
76.6
5.86
8.93
7.46
Kep. Riau
69.2
67.1
136.4
8.81
9.60
9.18
62.6
65.6
128.2
7.63
8.98
8.27
DKI Jakarta
  379.6
-
  379.6
4.29
-
4.29
323.2
-
323.2
3.62
-
3.62
Jawa Barat
2 617.4
2 705.0
5 322.4
10.88
16.05
13.01
2 531.4
2 452.2
4 983.6
10.33
14.28
11.96
Jawa Tengah
2 556.5
3 633.1
6 189.6
16.34
21.96
19.23
2 420.9
3 304.8
5 725.7
15.41
19.89
17.72
DI Yogyakarta
  324.2
  292.1
616.3
14.99
24.32
18.32
311.5
274.3
585.8
14.25
22.60
17.23
Jawa Timur
2 310.6
4 340.6
6 651.3
13.15
23.64
18.51
2 148.5
3 874.1
6 022.6
12.17
21.00
16.68
Banten
371.0
  445.7
  816.7
6.15
11.18
8.15
348.7
439.3
788.1
5.62
10.70
7.64
Bali
115.1
100.7
215.7
5.70
6.81
6.17
92.1
89.7
181.7
4.50
5.98
5.13
Nusa Tenggara Barat
  560.4
  520.2
1 080.6
29.47
19.73
23.81
557.5
493.4
1 050.9
28.84
18.40
22.78
Nusa Tenggara Timur
119.3
  979.1
1 098.3
15.50
27.88
25.65
109.4
903.7
1 013.1
14.01
25.35
23.31
Kalimantan Barat
127.5
  381.3
508.8
9.98
11.49
11.07
94.0
340.8
434.8
7.23
10.09
9.30
Kalimantan Tengah
  45.3
  154.6
  200.0
5.81
10.20
8.71
35.8
130.1
165.9
4.45
8.34
7.02
Kalimantan Selatan
  81.1
137.8
218.9
5.79
6.97
6.48
68.8
107.2
176.0
4.82
5.33
5.12
Kalimantan Timur
110.4
176.1
  286.4
5.89
15.47
9.51
77.1
162.2
239.2
4.00
13.86
7.73
Sulawesi Utara
  72.7
150.9
223.5
7.56
12.04
10.10
79.3
140.3
219.6
8.14
11.05
9.79
Sulawesi Tengah
  60.9
  463.8
524.7
11.47
23.22
20.75
54.7
435.2
489.8
10.09
21.35
18.98
Sulawesi Selatan
  150.8
  880.9
1 031.7
6.05
16.79
13.34
124.5
839.1
963.6
4.94
15.81
12.31
Sulawesi Tenggara
  27.2
408.7
  435.9
5.29
23.78
19.53
26.2
408.2
434.3
4.96
23.11
18.93
Gorontalo
27.5
  194.1
  221.6
9.87
31.72
24.88
22.2
202.4
224.6
7.89
32.82
25.01
Sulawesi Barat
  48.3
122.8
171.1
14.14
18.03
16.73
43.5
114.7
158.2
12.59
16.65
15.29
Maluku
  44.7
  346.7
391.3
12.97
35.56
29.66
38.8
341.2
380.0
11.03
34.30
28.23
Maluku Utara
9.0
  96.0
  105.1
3.27
14.67
11.28
8.7
89.3
98.0
3.10
13.42
10.36
Irian Jaya Barat
9.5
237.0
246.5
5.93
43.74
35.12
8.6
248.3
256.8
5.22
44.71
35.71
Papua
  31.6
  701.5
  733.1
7.02
45.96
37.08
28.2
732.2
760.3
6.10
46.81
37.53
INDONESIA
12 768.5
22 194.8
34 963.3
11.65
18.93
15.42
11 910.5
20 619.4
32 530.0
10.72
17.35
14.15
Sumber : BPS

          Data di atas merupakan data mengenai jumlah penduduk miskin di desa dan kota serta persentase penduduk miskin di desa dan kota di setiap provinsi.
        Jika dilihat secara keseluruhan, praktik-praktik redistribusi yang dilakukan pemerintah seperti yang telah penulis jabarkan di atas dan juga kebijakan-kebijakan pemerintah lainnya dalam pengentasan kemiskinan , ada penurunan persentase penduduk miskin seluruh Indonesia. Tahun 2008 presentase penduduk miskin adalah 15,42 %, lalu tahun 2009 turun menjadi 14,15%.
        Namun, jika dilihat secara individual, per provinsi sangat miris sekali karena terjadi ketimpangan pendapatan yang cukup luas antara desa dan kota. Sebagai contoh saja, Nanggroe Aceh Darussalam. Persentase penduduk miskin di kota pada tahun 2008 sebesar 16,67% dan 15,44% pada tahun 2009, sedangkan di desa sebesar 26,30% pada tahun 2008 dan 24,37 % pada tahun 2009. Memang terjadi penurunan tingkat kemiskinan di desa dan di kota dari tahun 2008 ke tahun 2009, tetapi ketimpangan antara desa dan kota sangat jauh. Hal ini merupakan tanda ketidakmerataan distribusi pendapatan di desa dan kota. Dan hal ini terjadi di semua provinsi kecuali Jambi, Sumatera Selatan, dan Nusa Tenggara Barat yang kemiskinan di daerah kota nya lebih tinggi.
        Selain itu, tingkat kemiskinan antar provinsi juga memiliki rentang yang jauh. Pada sumber data lain dari BPS, Indeks keparahan kemiskinan (P2) tahun 2009 di provinsi DKI Jakarta hanya 0,14 %, sedangkan di provinsi Irian Jaya Barat, yang memiliki indeks keparahan kemiskinan tertinggi, yaitu 3,57%.
2.    Analisis dengan Koefisien Gini
        Koefisien Gini merupakan media untuk mengukur tingkat ketimpangan distribusi pendapatan secara lebih akurat.  Koefisien Gini biasanya diperlihatkan oleh kurva yang dinamakan Kurva Lorenz. Kurva ini memperlihatkan hubungan kuantitatif antara prosentase penerimaan pendapatan penduduk dengan prosentase pendapatan yang benar-benar diperoleh selama kurun waktu tertentu, biasanya setahun. Berikut adalah gambar kurva Lorentz.
http://www.e-dukasi.net/modul_online/MO_6/images/eko202_09.jpg
Sumbu horisontal menggambarkan prosentase kumulatif penduduk, sedangkan sumbu vertikal menyatakan bagian dari total pendapatan yang diterima oleh masing-masing prosentase penduduk tersebut. Sedangkan garis diagonal di tengah disebut “garis kemerataan sempurna”. Karena setiap titik pada garis diagonal merupakan tempat kedudukan prosentase penduduk yang sama dengan prosentase penerimaan pendapatan.
Semakin jauh jarak garis kurva Lorenz dari garis diagonal, semakin tinggi tingkat ketidakmerataannya. Sebaliknya semakin dekat jarak kurva Lorenz dari garis diagonal, semakin tinggi tingkat pemerataan distribusi pendapatannya. Pada gambar di atas, besarnya ketimpangan digambarkan sebagai daerah yang diarsir.
Dari uraian di atas dapat dikatakan bahwa suatu distribusi pendapatan makin merata jika nilai Koefisien Gini mendekati nol (0). Sebaliknya, suatu distribusi pendapatan dikatakan makin tidak merata jika nilai Koefisien Gininya makin mendekati satu. Tabel di bawah ini merupakan patokan nilai koefisien Gini.
http://www.e-dukasi.net/modul_online/MO_6/images/eko202_10.jpg
Berikut ini merupakan koefisien Gini Indonesia menurut daerah pada tahun 2005 hingga tahun 2009.
Tahun
Kota
Desa
Kota+Desa
2005
0,338
0,264
0,343
2006
0,350
0,276
0,357
2007
0,374
0,302
0,376
2008
0,367
0,300
0,368
2009
0,362
0,288
0,357
Sumber:  Badan Pusat Statistik, diolah dari data Susenas Modul konsumsi)
                   Berdasarkan data koefisien Gini tersebut, nampak bahwa sebenarnya Indonesia masih masuk dalam kriteria memiliki ketimpangan pendapatan yang rendah. Namun tetap saja, jika dilihat dari prestasinya sejak tahun 2005, Koefisien Gini tahun 2009 menunjukkan kemunduran. Padahal,semakin maju teknologi dan pengetahuan, seharusnya redistribusi dapat berjalan lebih lancar, sehingga angka koefisien Gini dari tahun ke tahun dapat ditekan.
                   Dan jika dilihat berdasarkan daerahnya, maka secara garis besar, daerah desa akan memiliki ketimpangan pendapatan yang lebih rendah daripada di kota. Banyak tugas yang masih harus dilakukan oleh pemerintah Indonesia, sehingga nantinya nilai koefisien Gini kita dapat ditekan hingga mendekati nol dan mewujudkan Indonesia yang makmur dan sejahtera seluruhnya.









BAB III
SIMPULAN dan SARAN

A.    Simpulan
Simpulan yang bisa diambil dari uraian bab II adalah sebagai berikut:
1.      Pemerintah melakukan program-program seperti pemberian  Kredit lunak , menjalankan berbagai program pembangunan padat karya dan pengembangan usaha atau industri-industri kecil, memberikan jaminan akses kebutuhan dasar bagi rakyat bawah serta bekerja sama dengan swasta lokal dan asing untuk menjalankan program corporate social responsibility (CSR).
2.      Program-progam di atas direalisasikan melalui pemberian Raskin, Bantuan Langsung Tunai, BOS, JPSBK, Kredit Usaha Rakyat, progran PNPM Mandiri dan lain-lain
3.      Dengan adanya proses redistribusi yang diadakan pemerintah tersebut, tingkat kemiskinan dapat ditekan. Hal ini terbukti dengan menurunnya persentase penduduk miskin di Indonesia, dari 15,42%  di tahun 2008 menjadi 14,15 % di tahun 2009 serta menurunnya nilai koefisien gini, dari 0,368 di tahun 2008 mnjadi 0,357.
4.      Walaupun nilai koefisien Gini memang dinyatakan naik, jika dibandingkan dengan tahun 2005 yang bernilai 0,343 dan nilai dari koefisien gini di daerah kota dan desa terlampau cukup jauh,  namun dengan menurunnya persentase penduduk miskin dan menurunnya koefisien gini tersebut dari tahun 2008 ke tahun 2009 menunjukkan bahwasanya banyak perbaikan-perbaikkan yang telah dilakukan pemerintah sehingga pada akhirnya nanti diharapkan tingkat kemiskinan di Indonesia semakin menurun dan ketimpangan distribusi pendapatan semakin kecil.




B.     Saran
Atas dasar pembahasan dan simpulan yang diperoleh pada bagian ini, dapat diajukan saran sebagai berikut:
1.      Pemerintah harus semakin tanggap dalam penyelesaian ketimpangan pendapatan antara  daerah desa dan daerah kota.
2.      Program-program redistribusi aset(endownment) harus semakin diperbanyak sehingga dapat mengatasi operasi pasar yang tidak efisien. Aset yang dimaksud di sini bisa berbentuk fisik, seperti tanah atau modal usaha, atau nonfisik seperti pendidikan, kesehatan, dan akses bekerja.
















DAFTAR PUSTAKA

Suparmoko. 1996. Keuangan Negara Teori dan Praktek. Yogyakarta: BPFE Yogyakarta
Tim penyusun BPPK. 2005. Pengantar Keuangan Publik. Jakarta: LPKPAP PRESS.
Bps.go.iddiakses tanggal 2 Agustus 2010
Wikipedia.or.iddiakses tanggal 2 Agustus 2010